Thursday, 6 June 2013

Saat Menebar MIMPI

Saat Menebar Mimpi, film dokumenter yang beirsikan tentang sebuah hal yang dianggap sebagai pengulagan dari apa yang pernah terjadi setengah abad yang lalu pada masa itu, pemilihan umum alias PEMILU, khususnya mengenai perjuangan seorang calon legislatif untuk mendapatkan sebuah ‘kursi’ di Dewan Perwakilan Daerah atau DPD yang pada saat itu memang merupakan badan legislatif baru.
Bicara tentang PEMILU tidak akan pernah lepas dari dunia pollitik, calon legislatif, partai, independen, kampanye dan lain sebagainya. Kampanye merupakan kegiatan yang gencar dilakukan para calon legislatif yang maju dalam persaingan memperebutkan ‘kursi’ untuk menduduki tahta sebagai wakil rakyat. Para calon wakil rakyat akan menciptakan citra sebaik-baiknya untuk mendapat perhatian dan sorotan massa.
Janji-janji dan mimpi-mimpi manis akan banyak terlontar dari mulut para calon wakil rakyat. Pencitraan diri pada warga kurang mampu akan banyak dilakukan. Kawasan-kawasan kumuh akan silih berganti mendapatkan giliran kunjungan dari para calon wakil rakyat untuk menyuarakan semua mimpi dan janjinya, juga menciptakan citra untuk merangkul rakyat kecil. Persaingan untuk memperebutkan satu ‘kursi’ wakil rakyat itupun menjadi ajang menebar janji dan  mimpi manis.
Namun, untuk menaklukan massa tidak semudah para wakil rakyat melontarkan janji dan mimpi manisnya ketika berkampanye. Warga, khususnya rakyat kecil yang sudah terlalu sering merasakan dan menelan pil pahit dari jejalan janji dan mimpi manis saat calon wakil rakyat berkampanye. Mereka sudah cukup jera untuk merasakan sakit hari. Rakyat kecil merasa terlalu sering mereka terbodohi oleh janji-janji dan mimpi-mimpi manis yang palsu. Tidak sedikit dari mereka yang berniat untuk tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih wakilnya sendiri di badan legislatif.
Bambang Warih Koesoema adalah seorang mantan menteri yang kemudian mencalonkan diri sebagai seorang calon anggota Dewan Perwakilan Daerah pada PEMILU 2004. Bambang Warih Koesoema sebagai seorang calon independen yang kemudian mencari koalisi partai untuk menambah dukungan adalah salah seorang calon anggota DPD yang selalu terjun langsung saat menebar mimpi-mimpinya kepada calon pemilih. Pemasangan poster di pinggir jalan, pencarian partai untuk berkoalisi dan kegiatan-kegiatan kampanye lain ia tangani sendiri secara langsung. Ia ingin memastikan semuanya berjalan sesuai keinginannya. Dana yang Bambang Warih Koesoema gunakan selama berkampanye adalah dana pribadi yang kemudian ditambah dengan dana dari donatur.
Mimpi, yang menurut sebagian orang adalah hal yang sangat tabu untuk dipercaya,  bahkan kebanyakan orang takut untuk bermimpi, malah mimpi menjadi sesuatu yang wajib dimiliki oleh Bambang Warih Koesoema. Bambang beranggapan mimpi adalah awal dari semua hal. Menurut Bambang, ketidak beranian untuk bermimpi adalah sesuatu yang salah. Karena mimpi adalah awal untuk mencapai suatu hal yang menjadi tujuan. Menurut Bambang, kehidupanlah yang kemudian mengajarkan para manusia sekarang untuk hidup realistis.
Disisi lain, J. Kristiadi, seorang pengamat politik mengatakan bahwa mimpi memang bukan suatu hal yang salah. Tapi, tidak sebaiknya warga atau  rakyat diajak untuk bermimpi akan suatu hal yang akan diyakini oleh masyarakat luas yang dapat menimbulkan masalah nantinya. Berpikir dan bertindaklah sesuatu yang realistis. Itu lebih baik.
Persaingan dunia politik mempang terlalu keras. Seorang mantan menteri Republik Indonesia yang harusnya telah memiliki nama dan  reputasi ternyata tidak membuat Bambang Warih Koesoema dapat memenangkan persaingan dan mendapatkan sebuah ‘kursi’ untuk menempati posisi sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah pada saat itu. Pencitraan dan mimpi-mimpi yang Bambang Warih Koesoema tebarkan belum dapat menaklukan dan meluluhkan hati massa untuk memilih dirinya sebagai wakil di legislatif. Terbukti bukan hanya reputasi dan nama yang dapat merebut satu ‘kursi’ di rana politik. Banyak faktor lain yang harus mendukung. Yaa, itulah politik! Rumit!
Penerapan ideologi demokrasi di Indonesia memang harus ditinjau ulang. Demokrasi yang seharusnya menuntut warga atau rakyatnya aktif untuk memperjuangkan suara dan haknya, justru malah membuat rakyatnya merasa terbodohi dengan segala janji-janji dan mimpi-mimpi manis dari para calon legislatif, hingga membuat mereka jera untuk memilih. Demokrasi yang harusnya mengedepankan suara rakyat malah membuat warganya malas unutk bersuara. Jika ingin tetap menerapkan demokrasi sebagai ideologi, jadikan rakyatnya untuk lebih aktif berbicara dan memperjuangkan segala hak-haknya. Latih rakyatnya untuk berani menyuarakan aspirasinya juga tindakannya. Latih juga para calon wakil rakyat maupun wakil raknyat terpilih untuk menerima, menampung dan memperjuagkan apa yang menjadi suara dan aspirasi rakyatnya.

No comments:

Post a Comment