Babel adalah sebuah
film hasil arahan sutradara Alejandro González Iñárritu
yang dirilis pertama kali pada tahun 2006 lalu. Film ini pernah menjadi
pemenang dalam Golden Globe dan nominasi Academy Award. Film ini pertama kali
diputar pada tahun 2006 dalam Cannes Film Festival serta memenangkan Film
Terbaik Golden Globe Award, dan dinominasikan untuk tujuh Academy Award,
termasuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik.
Film yang mengambil 4
setting tempat di tiga benua ini mengupas satu benang merah dalam cerita yang
sedikit rumit di awal hingga pertengahan film. Film ini dibintangi oleh Brad
Pitt sebagai Richard Jones, Cate Blanchett sebagai Susan Jones (istri Richard
Jones), Boubker Ait El Caid sebagai Yussef,
Said Tarchani sebagai Ahmed, Mohamed Akhzam sebagai Anwar (yang membantu
dan menolong Richard Jones di Maroko, Mustapha Rachidi sebagai Abdullah (ayah
dari Yussef dan Ahmed), Elle Fanning sebagai Debbie Jones dan Nathan Gamble
sebagai Mike Jones (anak dari Richard Jones dan Susan Jones), Adriana Barraza
sebagai Amelia (pengasuh anak-anak dari Richard Jones dan Susan Jones), Rinko
Kikuchi sebagai Chieko Wataya, Koji Yakusho sebagai Yasujiro Wataya (ayah dari Chieko
Wataya), Satoshi Nikaido sebagai Detektif Kenji Mamiya, serta Yuko Murata
sebagai Mitsu (teman dari Chieko Wataya). Berikut adalah kisah yang mereka
perankan dalam Babel.
Diawali dengan setting
tempat di Maroko salah satu negara di Benua Afrika yang memiliki banyak padang
gersang berbatu besar. Disini diceritakan mengenai sebuah keluarga yang memiliki 2 anak
laki-laki dan dua anak perempuan yang hidup ditengah padang gersang dan jauh
dari pemukiman satu ke pemukiman lain. Dua anak laki-lakinya bernama Yussef (adik)
dan Ahmed (kakak). Mereka berdua biasa ditugaskan untuk menggembalakan
domba-domba oleh ayah mereka, Abdullah.
Suatu hari, datanglah
seseorang yang menawarkan sebuah senjata laras panjang yang memiliki kemampuan
bidik hingga 3 KM. Abdullah membeli senjata tersebut untuk tujuan baik
sebenarnya, agar Yussef dan Ahmed dapat lebih menjaga domba-dombanya dari para
pemangsa. Namun apa mau dikata, mereka adalah anak kecil biasa yang kurang
mengerti akan bahaya dari penggunaan senjata. Senjata tersebut disalah gunakan.
Mereka mencoba membidik objek bus yang sedang melaju dari ketinggian bukit. Tak
disangka, peluru bersarang di bahu kiri Susan Jones yang menjadi salah satu penumpang
bus yang sebenarnya tak sengaja menjadi objek percobaan Yussef dan Ahmed untuk
memastikan kemampuan senjatanya.
Pindah ke setting San
Diego yang berada di Benua Amerika. Disinilah tempat dimana Debbie Jones dan Mike
Jones tinggal. Saat itu, mereka sedang ditinggal pergi ke luar negeri oleh
orang tua mereka, sehingga mereka hanya tinggal bersama pengasuhnya, Amelia
yang berasal dari Mexico. Konflik pertama yang terjadi adalah ketika ayah dari Debbie
dan Mike menelpon untuk menanyakan kabar dengan suara gemetar pertanda ada
sesuatu yang tidak beres.
Konflik yang
selanjutnya terjadi disini adalah ketika anak dari Amelia akan menikah di
Mexico, sedangkan Amelia tidak mungkin untuk membawa anak asuhnya ikut ke
rumahnya di Mexico. Mencoba meminta bantuan untuk menitipkan kedua anak asuhnya
tersebut, tetapi tetap tidak ada yang bisa. Terpaksa Amelia membawa Debbie dan
Mike untuk pergi bersamanya ke Mexico dengan berbagai risiko yang ada. Awal perjalanan
hingga sampai ke Mexico aman. Namun, saat akan kembali ke San Diego, mereka
terjaring di perbatasan yang memang sangat berbahaya dan rawan. Mereka terjebak
di gurun gersang yang tak memiliki sumber air. Hingga akhirnya Amelia tertangkap
sebagai pendatang ilegal. Ia ditangkap. Bagaimana nasib Debbie dan Mike? Kata polisinya
sih aman sama mereka. Tapi entahlah, setelah itu tidak diceritakan kembali
bagaimana kelanjutan nasib anak-anak itu.
Lanjut ke setting yang
selanjutnya, Jepang. Yaa, Jepang yang termasuk dalam Benua Asia. Disini dikisahkan
seorang gadis (maaf) tuna rungu bernama Chieko Wataya yang berwatak sensitif
dan pemberontak. Ia merupakan anak seseorang yang menjadi puncak atau tersangka
utama pemilik senjata, dia adalah Yasujiro Wataya. Yasujiro Wataya merupakan
pemilik awal senjata yang menjadi bumerang utama dalam film ini. Ia menjual kepada
seorang pria tua asal Maroko. Dan dari pria Maroko tersebut sampailah senjata
tersebut ditangan Yussef dan Ahmed. Yap, kembali ke setting Jepang. Chieko
Wataya dikisahkan sebagai gadis nakal yang kurang perhatian. Dikisahkan dia
seperti seorang gadis yang kurang kasih sayang, sehingga ia menjadi gadis ‘nakal’
yang diam-diam suka menggoda pria yang usianya jauh diatasnya. Sekalinya bertemu
sosok laki-laki yang seumuran dengannya, laki-laki tersebut direbut oleh
sahabatnya sendiri, Mitsu. Ia merasa semakin ‘tidak ada yang mau dengan dirinya’.
Setting di Jepang ini sebenarnya
hanya mengisahkan bagaimana kehidupan dari Chieko Wataya yang menjadi anak dari
Yasujiro Wataya, bukan malah mengisahkan Yasujiro Wataya sendiri yang menjadi
biang utama dari masalah. Bahkan Yasujiro Wataya disini hanya muncul beberapa
kali saja. Kisah dari Chieko Wataya sendiri sebenarnya tidak ada sangkut paut
dengan benang merah kisah yang difilmkan. Saya rasa ini sebagai penambah
konflik dan pemanas suasana.
Kembali ke cerita. Kisah
dari film ini berakhir di Maroko dengan penangkapan dan penembakan kakak
beradik Yussef dan Ahmed. Ahmed tewas setelah terkena peluru dari polisi-polisi
yang memburunya, dan Yussef akhirnya menyerahkan diri setelah melihat kakanya
tewas tertembak.
Menurut saya, film ini
sangat rumit jika harus ditonton sendiri dan hanya sekali. Setting yang tiba-tiba
berubah berani ditampilkan dalam film ini. Jumping
sih, tapi tetep nyambung, walupun awalnya ga ngerti kenapa bisa begitu. Alur yang
dipakai dalam film ini adalah alur maju mundur yang apabila ditonton hanya
setengah dari film maka Anda belum tentu mengerti akan filmnya. Film ini harus
ditonton hingga selesai untuk mengetahui jalan cerita yang sesungguhnya ingin
disampaikan oleh para pembuatnya.
Pesannya adalah bahwa,
semua perbuatan yang kita lakukan, semuanya akan mendapatkan ‘sesuatu’ sebagai
balasannya. Entah saat kita sudah siap menerima balasan itu, ataupun saat kita
lengah dan tidak siap sama sekali untuk menerima balasannya. Pelajaran juga
didapat dari berbagai benua yang menjadi setting. Dimanapun tempat kita harus
tetap waspada, bahaya selalu mengintai. Satu lagi, perbedaan bahasa bukan
menjadi halangan untuk mengerti satu sama lain. Film ini saja dapat menyatukan
beberapa bahasa yang justru menjadikannya sebuah film yang dramatis.
perlu lebih dr sekali biar mudeng.. jd teringat dg film mighty of walter milty
ReplyDeletePenasaran banget sama nasib anaknya brad pit. Apakah bener di ketemukan polisi.
ReplyDeleteSaya setuju klo scene jepang di delete, tdk mempengaruhi cerita dan keindahan film ini.